4 Pengusaha Kuliner di Jakarta Ini Sukses Tanpa Buka Cabang, Siapa Saja Mereka?

Food & Travel


Biar kata bernuansa jadul, makanan tradisional tetap digemari oleh banyak orang dan gak kalah dengan yang kekinian. Bahkan, para pengusaha kuliner jadul ini bisa meraih cuan hingga ratusan juta atau miliaran Rupiah!

Meskipun berdiri tanpa cabang atau membuka waralaba, para pebisnis kuliner tradisional ini gak pernah takut akan persaingan usaha.

Salah satu alasan mereka gak membuka cabang adalah untuk menjaga kualitas makanan yang dijualnya. Ketika buka cabang atau franchise, belum tentu rasanya bisa sama. 

Ingin tahu siapa saja pengusaha yang keukeuh menjual hidangan dan jajanan dengan kearifan lokal tapi bisa laris tanpa buka cabang atau mewaralabakan usahanya? Inilah mereka!

Baca juga: Ini 5 Pilihan Restoran Sop dan Sate Kambing Seharga Rp 60 Ribuan di Jakarta

1. Ayuning Tri Astari (Gudeg Pejompongan)

makanan tradisional gudeg pejopongan
Ayuning Tri Astari, pengelola Gudeg Pejompongan. (MoneySmart.id/Aulia Akbar)

Gudeg legendaris yang terletak di wilayah Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, ini pernah menolak tawaran kerja sama franchise. Alasannya sederhana saja, karena franchise erat kaitannya dengan hal yang instan.

banner-ad

Sementara itu, makanan tradisional seperti gudeg harus dimasak dengan kompor arang biar rasanya maknyus!

Restoran ini pada dasarnya hanya sebuah warung makan kecil bermodal etalase, dengan menu gudeg yang berdiri di depan rumah dinas ownernya. Lebih tepatnya di dekat RS Benhil.

Pelanggannya saat itu adalah para pegawai rumah sakit yang kesulitan cari makanan. 

Bisnis ini dijalankan secara turun temurun oleh sebuah keluarga. Sekarang, perempuan bernama Ayuning Tri Astari-lah yang berjasa dalam segala aktivitas pemasaran gudeg ini. Tyas sendiri adalah generasi ketiga dalam keluarganya.

Usut punya usut, dalam sebulan omzet dari Gudeg Pejompongan ini mencapai Rp 300 jutaan lho. 

“Kalau mau kerja sama bisa kok, kita akan tawarin sistem reseller. Gak masalah buat kita juga untuk kirim jam 04.00 pagi, asal masaknya ya di dapur kita,” ujar Tyas pada MoneySmart beberapa bulan yang lalu.

Baca juga: Bukber Berdua Cuma Rp 200 Ribuan, Ini Restoran Seafood Murah di Kelapa Gading

2. Nanik Soelistyowati (Pisang Goreng Madu Bu Nanik)

makanan tradisional pisang goreng madu bu nanik
Nanik Sulistyowati. (MoneySmart.id/Aulia Akbar)

Jajanan yang satu ini juga gak pernah buka cabang di mana-mana. Padahal tawaran buka cabang ke luar kota dan luar negeri sudah ada. 

“Makanan tradisional itu lebih aman, gak perlulah kita impor-impor yang ada di luar Indonesia. Indonesia itu pertaniannya maju, makanan kuno itu enak semua. Kalau bisa, malah sebaiknya kita jual yang ada di Indonesia ke luar negeri,” ujar Nanik Soelistyowati, di acara Coffee Talks #NgobrolUKM di Cohive 101, Jakarta, 19 November 2019.

Untuk urusan buka cabang, Nanik juga gak tertarik melakukan hal ini. Mereka hanya perlu mengandalkan aplikasi pesan antar same day delivery luar kota.

Jika untuk ke luar negeri, jasa titip juga bisa dimanfaatkan untuk cari cuan.

Konon kabarnya, dengan metode seperti ini, cuan yang diterima Nanik dari dagang pisang goreng sudah naik 40 persen belakangan ini!

Baca juga: 6 Restoran Timur Tengah yang Pas buat Buka Puasa Bareng, Harganya?

3. Ko Atek (Cakue Ko Atek)

makanan tradisional cakue koh atek
Koh Atek. (Tempo.co)

Makanan tradisional yang satu ini berasal dari Negeri Tirai Bambu. Namun kalau bicara soal Cakuenya Ko Atek, lokasi berjualannya ada di lorong sempit di Pasar Baru. 

Pria keturunan Tionghoa ini kabarnya sudah berjualan cakue sejak tahun 1971 di Pasar Baru. Sejak dulu memang gak pernah pindah-pindah lokasi, boro-boro buka cabang.

Meski demikian, gak ada yang meragukan cita rasa dari jajanan tradisional ini. Walaupun kiosnya cuma bilik kecil dengan dinding triplek warna hijau. Banyak sekali terlihat foto-foto Ko Atek muda dan istrinya, serta kliping liputan media di sana. 

Sama seperti pedagang cakue lainnya, selain ada cakue ada juga kue bantal. Rasanya juga sangat renyah!

Konon kabarnya, pelanggannya gak pernah sepi! Dia pun pernah memberikan tips soal dagang cakue ke media. 

“Saya kasih tahu ya, cakue ini rahasianya ada di kualitas tepung sama tarikannya,” demikian pernyataannya seperti dikutip Tempo. 

4. H. Ridwan (Soto Betawi Sambung Nikmat)

makanan tradisional soto betawi h ridwan
Soto Betawi H. Ridwan. (Instagram/@yummyfoodtage)

Makanan tradisional yang satu ini tentu bisa ditemukan di mana-mana. Tapi yang letaknya di Pondok Pinang, Jakarta Selatan, ini lain dari yang lain. 

Seporsi Rp 75 ribu! Mahal gak tuh? 

Tapi biar kata harganya segitu, tapi porsinya adalah porsi jendral alias luar biasa besar. Kuah santannya yang berminyak memang gurih banget, belum lagi isi sotonya yang penuh jeroan dan daging.

Restoran yang satu ini didirikan oleh H. Ridwan. Ridwan sendiri pernah mengatakan di media bahwa dirinya gak terpikir untuk buka cabang. Kenapa? Buka di satu tempat saja sudah keteteran. 

Namun pernyataan itu dia utarakan di tahun 2009. Ridwan juga pernah bilang anak-anaknya belum tertarik untuk meneruskan usaha ayahnya.

Warung soto betawi ini sejatinya sudah ada di tahun 1987. Saat baru saja berdiri, luas warungnya 60 meter persegi. Kini, warung itu berkembang pesat menjadi 400 meter persegi yang mampu menampung lebih dari 100 pembeli dalam satu waktu. 

Soto Betawi Sambung Nikmat ini dibuka mulai pukul 08.00 WIB dan biasanya jam 15.00 WIB sudah sold out lho!

Itulah empat pengusaha makanan tradisional yang memutuskan untuk gak buka cabang walau sudah cuan gede. Tertarik mengikuti jejak mereka? (Editor: Ruben Setiawan)